Raja Ampat West Papua, Indonesia

Banyak yang bilang, bahwa belum sahih rasanya jika menginjak Bumi Papua tetapi tidak plesiran ke Raja Ampat. Hari ini saya coba untuk membuktikan “kemegahan” Raja Ampat.

Berangkat dari kota Sorong menuju Waigeo, sebuah pulau di gugusan Raja Ampat yang menjadi Ibukota Kabupaten Raja Ampat. Perjalanan dari Sorong menuju Waigeo dapat menggunakan kapal ferry cepat dengan ongkos sekali jalan Rp. 130.000,-. Lamanya perjalanan adalah lebih kurang 2 jam tergantung kondisi ombak saat itu.

Perjalanan saya dari Sorong ke Waigeo rasanya biasa saja, saya memilih tidur di kapal ferry yang berjalan cepat dengan ombak yang tidak terlalu besar.
Tidak terasa, akhirnya saya tiba di Pelabuhan Waigeo yang tidak terlalu besar. Banyak orang yang menawarkan jasa Ojeg dan Mobil untuk disewa. Kebetulan saya ada teman di pulau itu dan diajaknya berkeliling pulau.
Saya tiba di Waigeo pukul 16:00 waktu setempat, dan saya memilih menghabiskan waktu senja di sebuah resort yang cukup terkenal, karena Presiden Jokowi pernah memposting foto selfienya di dermaga pada awal tahun 2016 lalu.

Waiwo Dive Resort

Pantai dengan pasir yang putih dan airnya yang biru dirasa sangat sepi. Bisa dibilang hanya saya seorang yang berada di pantai yang bagus ini ditemani beberapa ekor anjing dan ular laut. Agak ketengah sedikit, ratusan ikan berenang mendekat berharap ada makanan yang akan dibagikan ke mereka. Airnya tetap biru jernih, sore itu serasa segar bisa berendam disana.
Sayang sekali, saya tidak dapat menikmati sunset, karena matahari terbenam terhalang bukit. Mungkin jika naik perahu agak ke tengah laut, sunsetnya akan menjadi sempurna.

Menjelang malam, saya mencari penginapan. Tidak sukar untuk menemukan penginapan yang lumayan di Waigeo. Rumah panggung dari kayu yang memiliki 2 kamar tidur banyak ditemui dengan harga beragam (rata-rata diatas 500.000 Rupiah per malam per orang). Jangan lupa untuk membawa lotion anti nyamuk, karena memang nyamuk Papua cukup ganas mengigit dan ukurannya besar-besar. Obat semprot anti nyamuk + lotion anti nyamuk sudah saya sediakan sebelum berangkat ke Papua.

Menikmati malam di Waigeo hanya ditemani gelapnya malam dengan suara genset yang meraung-raung memberikan supply listrik. Makan malampun tinggal memilih menu ikan bakar, tidak banyak rumah makan di Waigeo.
Malam dengan langit yang bersih, bertaburan ribuan bintang. Sayang sekali saya tidak bawa camera untuk mengabadikan “Milky Way” seperti biasa saya lakukan di tempat-tempat lainnya.

Pagi Hari

Tidurku malam tadi cukup lelap, tidak ada nyamuk yang mengganggu tidur seperti yang saya khawatirkan sebelumnya. Setelah mandi pagi dan sarapan seadanya, kami bersiap untuk mulai perjalanan menikmati laut dan pulau-pulau di gugusan kepulauan Raja Ampat.

Perairan Raja Ampat

Sebuah perahu fibreglass yang dilengkapi dua mesin tempel, sudah menunggu dan tanpa terlalu banyak membuang waktu, saya langsung loncat ke perahu dan langsung melaut.
Ombak pagi sepertinya masih bersahabat, gelombang setinggi satu meteran masih dapat dilalui perahu dengan kecepatan tinggi. Tentu saja kami di dalam perahu diguncang-guncang gelombang laut dengan cuaca yang cerah dan panas.

Piaynemo

Tujuan pertama plesiran laut ini adalah Piaynemo, sebuah gugusan pulau karang berbentung kerucut yang seolah-olah muncul di tengah laut lepas. Butuh setidaknya dua jam dengan perahu untuk mencapai lokasi tersebut, tentu saja sambil diguncang-guncang ombak laut. Beberapa kali kami ditemani ikan lumba-lumba yang berenang di depan kami.
Piaynemo menyajikan pemandangan yang luar biasa, ada pantai dengan pasirnya yang putih bersih dan air di laguna yang jernih seolah tidak ada limbah hitam seperti perairan di Teluk Jakarta.

Piaynemo Lagoon

White Sand PiaynemoDi sini ada sebuah ‘resort’ yang dikelola oleh warga, jangan dibayangkan resort dengan kamar yang mewah, tetapi hanya ruang sederhana tetapi dengan pemandangan luar biasa. Kami tidak menginap disini, hanya numpang buang air kecil saja.

Selanjutnya, kami harus naik ke Puncak salah satu pulau karang tersebut untuk dapat menikmati keindahan Piaynemo dari ketinggian. Tenang saja, ada tangga kayu yang sengaja dibangun untuk membantu kita mendaki ke puncaknya.

Arborek

Selesai menikmati pemandangan indah ini, kami melanjutkan perjalanan untuk mengunjungi sebuah pulau yang biasanya digunakan wisatawan sebagai base camp diving.
Sebuah pulau kecil yang juga memiliki pasir yang putih dan air laut yang lagi-lagi jernih. Pulau Arborek begitu orang menyebutnya. Pulau ini memiliki perkampungan yang dihuni penduduk lokal dan bebeapa rumah yang disewakan oleh para diver dari seluruh penjuru dunia. Konon ada lima puluh diving spot yang berada di seluruh kawasan Raja Ampat. Sementara untuk snorkeling, sepertinya bisa dilakukan dimana saja, karena banyak sekali terumbu karang dan pantai yang tidak terlalu dalam dengan ombak yang cukup bersahabat. Beragam ikan pasti akan mendatangi setiap orang yang menyelam, apalagi jika membawa roti atau nasi.

Di Arborek ini ada waktu-waktu tertentu dimana kawanan Manta (sejenis ikan pari raksasa) yang berkoloni berenang bebas didekat pulau. Sayang saat saya berada di Arborek, tidak ada seekor Manta yang datang.

Tidak terasa memang, karena melintasi laut yang luas, waktu serasa cepat berlalu. Kami berangkat dari Waigeo sekitar pukul 7 pagi. Sampai di Arborek ternyata sudah pukul 12 siang Waktu Indonesia Bagian Timur, waktunya makan siang. Makan di pinggr pantai berpasir putih memang nikmat sekali walaupun hanya menu sederhana sekalipun (bukan menu restauran sederhana, melainkan hanya nasi, tempe, sayur kangkung dan sepotong kecil ayam kampung). Panas terik sudah tidak saya rasakan lagi.

Selesai makan, kami melanjutkan perjalanan kembali ke Waigeo karena kami harus mengejar kapal ferry ke Sorong yang akan berangkat pukul 14:00.

Di tengah perjalanan, kami mampir ke lokasi Pasir Timbul. Ini sebenarnya adalah sebuah pulau yang berada sekitar 50 cm dibawah permukaan laut. Di lokasi ini seolah-olah kita dapat bediri diatas lautan luas. Karena arus pasang sedang tinggi, maka kedalaman Pasir Timbul menjadi se dada saya, sudah tidak dapat lagi membuat foto mengapung disini.

Tidak jauh dari Pasir Timbul, ada sebuah pulau kecil tak berpenghuni. Orang menyebutnya dengan Pulau Roti, karena dari jauh memang tampak seperti roti tawar. Pulau kecil ini juga memiliki pasir yang berwarna putih bersih seperti tepung.

Setelah cukup puas, kami langsung bergerak ke Pelabuhan Waigeo untuk segera melanjutkan dengan ferry ke kota Sorong. Ombak siang itu mulai meninggi, perahu kami diguncang-guncang dengan keras. Seteah memakan waktu perjalanan lebih dari satu jam, akhirnya kami sampai di Pelabuhan dan kapal ferry sudah bersiap berangkat.

Perjalanan di Raja Ampat memang melelahkan dan terpapar panas matahari yang terik. Sayang memang, saya tidak dapat diving di Raja Ampat, karena waktu yang mepet harus kembali ke Sorong. Lain waktu, pasti saya akan menghabiskan waktu di Raja Ampat lebih lama lagi.

Di kapal ferry, saya memilih untuk tidur melepas lelah dan baru sadar jika badan saya makin legam, tetapi ini legamnya Raja Ampat.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *