Ekspedisi ke Leuweung Sancang

Setelah sekian lama menjadi wacana, akhirnya kami kesampaian juga untuk melihat Leuweung Sancang. Sebuah area konservasi hutan lindung yang terletak di Garut bagian Selatan. Banyak yang mengatakan bahwa Hutan Sancang (Leuweung Sancang dalam Bahasa Sunda) adalah tempat terakhir Prabu Siliwangi diketahui keberadaannya dan konon bala tentara Pajajaran berubah wujud menjadi tanaman bakau, warga setempat menyebutnya dengan pohon Kaboa.

Perjalanan ke Sancang kami tempuh dengan mengendarai sebuah mobil van yang diisi oleh 6?orang (seperti biasa saya dan para tetangga saya di rumah adalah pesertanya). Kami memutuskan untuk menggunakan jalur Depok – Bogor – Bandung – Nagrek – Garut – Cikajang – Pameumpeuk sampai kami tiba di Leuweung Sancang.

Perjalanan ke Sancang

Rencana kami berangkat jam 2 siang selepas sholat Jum\’at tidak terlaksana dan baru mulai berangkat pukul 16:00 waktu Depok. Tujuan pertama adalah Bogor untuk menjemput tiga orang dan berhenti untuk makan. Perjalanan menuju Puncak juga lancar sore itu, dan tidak lupa berhenti kembali untuk makan sekalian berbuka puasa kepada rekan kami yang sedang berpuasa saat itu.

Perjalanan dari Puncak menuju Garut juga terbilang lancar dan sempat berhenti beberapa kali untuk istirahat dan mengisi bahan bakar. Selanjutnya adalah perjalanan dari Kota Garut menuju Cikajang, bisa dibilang ruas ini cukup mudah ditempuh pada malam hari menjelang pukul 1:00 dini hari.
Perjalanan baru terasa menantang kala melintasi ruas Cikajang menuju Pamempeuk. Kondisi gelap gulita dan tidak menguasai medan serta jalan yang bekelok-kelok membuat ?perjalanan menjadi sangat lama. Didalam van kami serasa diaduk-aduk ke kiri dan kekanan. Kondisi jalan dibilang cukup baik tidak ada lubang-lubang yang mengganggu. Menjelang jam 4 pagi kami baru tiba di pamempeuk.
Ruas berikutnya adalah Pamempeuk ke arah Cibalong, jalan ini juga dibilang sangat baik dengan aspal yang halus. Tetapi menjelang masuk PTPN Mira Mare, tiba-tiba jalanan berlubang-lubang dan berlumpur. Saran saya untuk tidak memacu kecepatan terlalu tinggi di ruas ini, karena kami sempat terguncang-guncang saat tiba-tiba masuk ke wilayah yang rusak. Kira-kira 5 km panjangnya jalanan berlubang ini sampai akhirnya kami sampai di Cibalong untuk masuk ke wilayah konservasi. Mobil dapat masuk sampai dengan pintu masuk Hutan Sancang ada ada tempat yang cukup untuk memarkirkan kendaraan.

Masuk Hutan

Saya sempat berasumsi sebelumnya bahwa harus berjalan kaki didalam hutan, tetapi ternyata kami didatangi warga setempat yang menawarkan jasa mengantar layaknya tukang ojeg. Harganya flat 50.000 untuk mengatar ke Pantai dan kembali lagi ke gerbang.

Pagi itu, pukul sekitar 06:00 hujan deras menyambut kami di Hutan Sancang. Sudah terbayang jalanan licin dan becek akan kami tempuh dengan menggunakan motor bebek. lebih kurang 2 km jarak yang harus kami tempuh untuk sampai ke tepi pantai. Jalan setapak juga diisi dengan batu makadam, sudah tidak terpikir oleh saya akan mengalami kecelakaan, karena kami sudah ingin segera tiba di pantai sekitar pukul 07:00. Lama perjalanan dengan sepeda motor hanya 15 menit saja, menunggu hujan redanya yang membuat kami tertahan cukup lama di gerbang Hutan Sancang.

\"Gerbang Gerbang Leuweung Sancang \"Kondisi Kondisi jalan setapak Hutan Sancang setelah didera hujan deras.

Sayang memang, pagi itu kami disambut mendung saat tiba di pantai. Tetapi semua kepenatan terobati begitu melihat ombak Samudera Indonesia yang bergulung-gulung tinggi khas laut Selatan. Pasir pantai berwarna putih keabu-abuan dan banyak di ditutupi batuan karang. Tetapi di beberapa lokasi, ada tempat-tempat yang cukup berpasir landai dengan sedikit batuan karang.

Antara hutan dan pantai ada area sepanjang lebih kurang 100m – 200m yang hanya ditumbuhi rerumputan bukan pohon-pohon yang besar.

\"Pantai Pantai Leuweung Sancang \"Pantai Pantai Leuweung Sancang \"Pantai Pantai Leuweung Sancang

Petilasan Prabu Siliwangi

Sudah sampai ke Hutan ini, mungkin sekalian saja untuk melihat petilasan Prabu Siliwangi, yang dahulu katanya menghilang di Hutan Sancang ini. Arah dari pantai menuju ke lokasi ini sekitar 750 meter dan kembali menembus hutan. Ada yang bilang bahwa di Hutan Sancang masih dihuni oleh macan kumbang yang masih bebas berkeliaran.

Makam yang oleh banyak orang diyakini milik Prabu Siliwangi berada didalam sebuah bangunan yang gelap, karena memang tidak ada listrik ditengah hutan. Sampai disana, kami temui ada beberapa orang yang datang untuk berziarah entah untuk apa. Disekitar makam juga ditemui ada beberapa sesajian yang diberikan oleh orang yang datang berziarah.

\"Makam Makam Prabu Siliwangi

Apabila?biasanya orang datang ketempat ini untuk berziarah, mungkin saya melakukan dengan cara yang berbeda. Saya lebih melihat ada tempat untuk tidur pulas melepas kepenatan setelah berkendara didalam van ditambah offroad menggunakan sepeda motor bebek.

Kira-kira jam 09:00 kami meninggalkan lokasi untuk kembali menuju?Depok sambil hunting batu cicin dan makanan.

\"Hunting Hunting batu untuk bahan dijadikan batu cincin

Daerah Selatan Garut (Pameumpeuk), memang dikenal dengan pemandangan alamnya yang luar biasa indah. Hari itu saat saya melintasi ruas Jalan Raya Cisompet, cuaca memang agak mendung tetapi tidak mengurangi kesenangan saya menikmati pemandangan yang ada.

\"Air Curug Tujuh Neglasari?di Jalan Raya Cisompet \"Jalan Jalan Raya Cisompet yang beliku dengan alam sekitar yang hijau. \"Pemandangan Pemandangan indah daerah Pameumpeuk Garut Selatan

Total perjalanan yang kami tempuh termasuk berhenti, putar-putar mencari batu dan makanan adalah 735 km. Total waktu yang dibutuhkan mulai dari berangkat, sampai kembali tiba di kediaman kami adalah 34 jam. Perjalanan panjang yang capek, pegel-pegel, ngantuk tapi semua senang.

\"This This is us: Ijun, Kamil, Hedwig, Tarno, Fikar, Merdha

Related Posts

2 thoughts on “Ekspedisi ke Leuweung Sancang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *